SejaraPertamina Shell dan : Dua Raksasa Energi yang Membentuk Dunia Minyak

Industri minyak dan gas telah menjadi pilar ekonomi global selama lebih dari satu abad, dan di Indonesia, dua nama menonjol dalam cerita ini: Shell, raksasa multinasional dengan jejak kolonial, dan Pertamina, kebanggaan nasional yang lahir dari semangat kemerdekaan. Blog ini menelusuri sejarah keduanya secara mendalam—dari asal-usul hingga peran mereka di era modern—dengan data terbaru hingga Maret 2025 untuk memberikan gambaran terkini tentang kontribusi mereka dalam lanskap energi.

Gambar ilustrasi 

1.Shell: Dari Toko Kerang ke Raksasa Minyak Global
Awal Mula di London dan Penemuan Minyak di Indonesia
Sejarah Shell bermula pada 1833 di London, Inggris, ketika Marcus Samuel mendirikan sebuah toko kecil yang menjual cangkang kerang laut untuk dekorasi. Bisnis ini berkembang menjadi perdagangan impor-ekspor, dan pada 1890-an, putranya—juga bernama Marcus Samuel—memulai pengangkutan minyak dengan kapal tanker ke Asia. Langkah ini menjadi cikal bakal Shell Transport and Trading Company, yang didirikan pada 1897.

Di Indonesia, yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, Shell memainkan peran kunci dalam industri minyak awal. Pada 1884, Aeilko Jans Zijlker menemukan minyak di Langkat, Sumatra Utara. Setelah sumur pertamanya gagal, ia berhasil pada 1885 dengan Telaga Tunggal 1 di Pangkalan Brandan—penemuan yang menandai eksploitasi minyak komersial pertama di Indonesia. Ini memicu berdirinya Royal Dutch Petroleum Company pada 1890 di Den Haag, Belanda, yang kemudian menjadi bagian integral dari Shell.

Gambar ilustrasi 

Merger dan Ekspansi Global
Pada 1907, Royal Dutch Petroleum dan Shell Transport and Trading bergabung membentuk Royal Dutch Shell Group of Companies—dikenal sebagai Shell—untuk menyaingi Standard Oil milik John D. Rockefeller. Di Indonesia, Shell memperluas operasinya: pada 1897 menemukan minyak di Kalimantan Timur dan membangun kilang kecil di Balikpapan pada 1899, serta mengakuisisi Dordtsche Petroleum Maatschappij pada 1911. Hingga awal abad ke-20, Shell menjadi pemain dominan di Hindia Belanda bersama 17 perusahaan minyak lainnya.

Gambar ilustrasi 

2.Perang Dunia dan Pasca-Kolonial
Perang Dunia II menghentikan operasi Shell di Indonesia saat asetnya diduduki Jepang. Pasca-kemerdekaan Indonesia pada 1945, Shell menghadapi nasionalisasi industri minyak. Pada 1965, Shell menandatangani kontrak bagi hasil pertama dengan pemerintah Indonesia di bawah Presiden Soekarno, menandai transisi dari kekuasaan kolonial ke kerja sama modern. Namun, pengaruhnya berkurang dengan munculnya Pertamina.

Gambar ilustrasi 

Shell di Era Modern
Setelah absen dari bisnis ritel BBM di Indonesia selama 40 tahun, Shell kembali pada 2005 dengan SPBU pertama di Karawaci, Tangerang. Hingga Maret 2025, Shell mengoperasikan sekitar 170 SPBU di Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatra Utara, menawarkan produk seperti Shell Super dan Shell V-Power dengan teknologi Dynaflex untuk efisiensi mesin.

Secara global, Shell mencatat pendapatan sebesar $289,03 miliar pada 2024 (turun 10,57% dari $323,18 miliar pada 2023), dengan laba kotor $75,12 miliar (turun 9,83% dari 2023), menurut MacroTrends. Pada kuartal keempat 2024, Shell melaporkan laba $6 miliar—melebihi perkiraan—didukung oleh penjualan LNG yang kuat (17 juta ton, naik dari 16 juta ton pada 2023), meskipun refining melemah, seperti dilaporkan Reuters pada Oktober 2024. Produksi minyak dan gas harian Shell pada 2024 rata-rata 2,79 juta barel setara minyak (boe/d), sedikit turun dari 2,86 juta boe/d pada 2023. Shell juga mengurangi utang bersihnya menjadi $35 miliar pada 2024—terendah sejak 2015—dan menargetkan penghematan biaya $2-3 miliar hingga akhir 2025.

Gambar ilustrasi 

Shell kini berbasis di London (sejak 2022 sebagai Shell plc), beroperasi di lebih dari 70 negara, dan memproduksi 3,1 juta barel minyak per hari. Perusahaan ini juga merambah energi terbarukan, seperti proyek Holland Hydrogen 1 di Belanda, yang akan menjadi salah satu fasilitas hidrogen terbarukan terbesar di Eropa pada pertengahan dekade ini.

3. Pertamina: Dari Perjuangan Nasional ke Perusahaan Energi Kelas Dunia

Awal Mula di Era Kolonial dan Kemerdekaan
Sejarah Pertamina berakar pada upaya Indonesia menguasai sumber daya alamnya pasca-kolonial. Pada 1950-an, PT Eksploitasi Tambang Minyak Sumatera Utara didirikan di bawah Angkatan Darat untuk mengelola ladang minyak warisan Belanda dan Jepang. Pada 10 Desember 1957—hari lahir resmi Pertamina—PT Perusahaan Minyak Nasional (Permina) didirikan oleh pemerintah Soekarno. Pada 1961, Permina menjadi PN Permina.

Gambar ilustrasi 

4. Penggabungan dan Transformasi  Ebook gratis
Pada 20 Agustus 1968, PN Permina bergabung dengan PN Pertamin (didirikan 1961) menjadi PN Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara, atau Pertamina. UU No. 8 Tahun 1971 memperkuat mandatnya untuk eksplorasi, produksi, dan distribusi minyak dan gas. Meskipun menghadapi krisis keuangan pada 1970-an di bawah Ibnu Sutowo, reformasi pada 1980-an memulihkan posisinya. Pada 18 Juni 2003, melalui PP No. 31, Pertamina menjadi PT Pertamina (Persero), sebuah BUMN modern.

Gambar ilustrasi 

Inovasi dan EkspansiEbook gratis
Pertamina mengembangkan produk seperti Pertalite (RON 90), Pertamax (RON 92), dan Pertamax Turbo (RON 98) dengan teknologi Pertatec untuk melindungi mesin dari endapan. Pada 2005, logo Pertamina diperbarui menjadi anak panah berwarna hijau, biru, dan merah, melambangkan dinamisme dan keberlanjutan.

Hingga Maret 2025, Pertamina mengoperasikan lebih dari 7.000 SPBU di Indonesia—jauh melebihi Shell. Pada 2023, bersama PETRONAS, Pertamina mengakuisisi 35% saham Shell di Blok Masela, memperkuat posisi di sektor hulu. Produksi minyak dan gas Pertamina pada 2024 mencapai sekitar 570.000 barel minyak per hari dan 2,8 miliar kaki kubik gas per hari, menurut laporan tahunan terbaru. Pertamina juga menargetkan kapasitas kilang meningkat menjadi 1,5 juta barel per hari pada 2028 melalui proyek Refinery Development Master Plan (RDMP).

Di sisi keberlanjutan, Pertamina meluncurkan proyek Carbon Capture and Storage (CCS) di Blok Masela pada 2024, mendukung target Net Zero Emission 2060. Namun, pada Februari 2025, Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak Pertamina periode 2018-2023, terkait pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax, yang menimbulkan kerugian negara.


Gambar ilustrasi

5.Perbandingan dan Kontribusi
Shell dan Pertamina memiliki pendekatan berbeda. Shell fokus pada teknologi premium seperti Dynaflex, menawarkan daya dan torsi tinggi, dengan jaringan global dan inovasi energi terbarukan. Pertamina, dengan Pertatec, menekankan efisiensi jarak tempuh dan akses luas di Indonesia, didukung peran strategis sebagai BUMN. Data terbaru menunjukkan Shell menghasilkan laba $6 miliar pada Q4 2024, sementara Pertamina belum merilis laba 2024, tetapi pendapatannya diperkirakan tetap kuat di atas Rp1.000 triliun berdasarkan tren 2023.

Gambar ilustrasi 

Keduanya berkontribusi besar: Shell sebagai pelopor teknologi dan eksplorasi, Pertamina sebagai tulang punggung energi nasional. Kolaborasi mereka, seperti di Blok Masela, menunjukkan sinergi yang potensial.

Kesimpulan
Dari toko kerang di London hingga raksasa global, dan dari perjuangan kemerdekaan hingga pemimpin energi nasional, Shell dan Pertamina mencerminkan evolusi industri minyak. Dengan data terbaru hingga Maret 2025, kita melihat bagaimana mereka beradaptasi di era transisi energi—Shell dengan inovasi global, Pertamina dengan kedaulatan lokal. Masa depan mereka akan ditentukan oleh kemampuan menyeimbangkan profitabilitas dan keberlanjutan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Google dari Waktu ke Waktu: Dari Garasi ke Raksasa Digital

Sejarah Terciptanya HP dan Produk Xiaomi: Dari Nol Hingga Jadi Raksasa Teknologi

Lei Jun: Visioner di Balik Kesuksesan Xiaomi